JAKARTA - Keadilan restoratif (restorative justice) saat ini menjadi prioritas kepolisian dalam melakukan penyelesaian perkara ringan. Agar tak semua kasus perakhir di pengadilan dengan pemenjaraan.
Sesuai prinsipnya yang selalu mengedepankan pemulihan kembali pada keadaan semua dan mengembalikan pola hubungan baik dalam masyarakat.
Oleh karena penyelesaian perkara dengan pendekatan keadilan restoratif, maka saat ini 1.052 Polsek yang ada di 343 Polres sudah tidak lagi melakukan proses penyidikan.
Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen Pol. Agus Andrianto melalui keterangannya, Selasa (19/4/2022), ia menyampaikan bahwa Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menekankan bahwa penyidik harus memiliki prinsip bahwa hukum pidana menjadi upaya terakhir dalam penegakan hukum (Ultimum Remidium). Dikatakan Agus, Polri harus bisa menempatkan diri sebagai institusi yang memberikan rasa keadilan kepada masyarakat.
Namun, Agus menegaskan tidak semua perkara dapat diselesaikan dengan pendekatan keadilan restoratif, sebagaimana Pasal 5 Peraturan Kapolri (Perpol) Nomor 8 Tahun 2021, di mana kasus-kasus yang dapat diselesaikan melalui keadilan restoratif harus memenuhi persyaratan materiil.
Adapun tindak pidana kejahatan yang tidak bisa diselesaikan dengan keadilan restoratif, seperti, terorisme, pidana terhadap keamanan negara, korupsi dan perkara terhadap nyawa orang, dan juga tidak menimbulkan keresahan dan/atau penolakan dari masyarakat, tidak berdampak pada konflik sosial, tidak berpotensi memecah belah bangsa, tidak bersifat radikalisme dan separatisme serta bukan pengulangan pelaku tindak pidana berdasarkan putusan Pengadilan.
Jika syarat ini dipenuhi, pendekatan mediasi penyelesaian di luar pengadilan akan diutamakan. ()
Sumber: Divisi Humas Polri